Maintenance / Perawatan alat berat adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk menjaga, memeriksa, dan memperbaiki peralatan berat agar tetap berfungsi dengan baik dan aman. Tujuannya adalah untuk mencegah kerusakan, memperpanjang umur pakai alat, dan memastikan kinerja optimal. Tindakan ini meliputi pemeriksaan rutin untuk mendeteksi masalah sebelum menjadi serius, pelumasan untuk mengurangi gesekan dan keausan, serta penggantian suku cadang yang aus atau rusak. Selain itu, pembersihan alat berat dari kotoran dan debu juga penting untuk mencegah kerusakan komponen, sementara kalibrasi memastikan semua sistem dan sensor bekerja dengan akurat. Perbaikan dilakukan pada komponen yang rusak atau tidak berfungsi dengan baik, dan pencatatan semua tindakan pemeliharaan dilakukan untuk referensi di masa mendatang serta memastikan kepatuhan terhadap jadwal perawatan. Dengan melakukan maintenance secara rutin, alat berat dapat bekerja lebih efisien, aman, dan tahan lama.
Alat berat adalah alat yang paling vital kegunaanya untuk kebutuhan pembangunan, ada berbagai macam jenis dan fungsi alat berat. Kata “reliability” dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “kehandalan”, sedangkan “reliable” berarti “handal”. Secara formal, definisi dari kehandalan adalah: probabilitas bahwa sebuah komponen, sub-sistem, atau sistem akan berfungsi dengan baik sesuai dengan persyaratan, dalam jangka waktu tertentu, dan di bawah kondisi operasi yang ditentukan.
Pf (t) = 1 โ R(t) atau R(t) = 1 โ Pf(t)
Jadi jika kehandalan sebuah mesin adalah R =90%, maka peluang kegagalan cumulativenya adalah Pf = 10%, atau sebaliknya.
Reliability mengandung komponen waktu, yang berarti suatu komponen yang handal saat ini belum tentu tetap handal satu tahun kemudian jika terdapat: 1) mekanisme kerusakan yang beroperasi (“operative damage mechanism”), dan 2) laju kerusakan tertentu (misalnya laju korosi atau aus 0.01 mm per tahun).
Reliability juga melibatkan faktor komponen atau sub-sistem. Artinya, untuk mengevaluasi suatu sistem yang lebih besar yang terdiri dari beberapa sub-sistem atau komponen, kehandalan masing-masing komponen harus dihitung terlebih dahulu. Kemudian, nilai-nilai kehandalan ini dijumlahkan atau dikalikan sesuai dengan hubungan seri, paralel, atau kombinasi keduanya, dengan merujuk pada teori penjumlahan atau kombinasi peluang (seperti De Morgan’s Rule, Bayes Theorem, dsb.). Ini menunjukkan bahwa teori reliability sering kali memerlukan perhitungan matematika atau statistika yang kompleks.
Berbicara reliability juga sama artinya dengan berbicara risk (resiko), sebab resiko didefiniskan sebagai :
Risk = Probability of Failure X Consequency of Failure
Jadi salah satu komponen resiko adalah kebalikan dari reliability (Probability of Failure), oleh sebab itu jika bicara reliability selalu dikaitkan dengan resiko.
Dalam konteks teknik mesin, reliability merujuk pada kehandalan sebuah mesin (rotating machine) dalam menjalankan fungsinya tanpa mengalami kegagalan. Dalam bahasa teknik mesin, reliability sering dikaitkan dengan konsep perawatan seperti MTBF (Mean Time Between Failure) dan RCM (Reliability-centered Maintenance), sebuah konsep perawatan yang relatif baru di Indonesia. Dengan menilai reliability, kita dapat menentukan secara statistik sisa umur dari komponen mesin. Hal ini memungkinkan untuk merencanakan program perbaikan, penggantian, dan kegiatan perawatan lainnya secara lebih efektif.
MTBF (Mean Time Before Failures)= jarak rata-rata antara kerusakan
formula MTBF = Kurun Waktu dibagi dengan Jumlah Kerusakan yang Terjadi
MTTR = Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk reparasi
Formula MTTR = Jumlah Waktu Reparasi dibagi dengan Jumlah Reparasi
yang diharapkan adalah meningkatnya MTBF dan menurunkan MTTR
Data historis suatu unit
- hari ke 0 s.d hari ke 100 : up-time
- hari ke 100 s.d hari ke 107 : down time
- hari ke 107 s.d hari ke 197 : up-time
- hari ke 197 s.d hari ke 200 : down-time
- hari ke 200 s.d hari ke 290 : up-time
- hari ke 290 s.d hari ke 291 : down-time
- hari ke 291 s.d hari ke 390 : up-time
jumlah kejadian up-time = 4
lama total up-time = 100+90+90+99= 379 hari
MTBF = kurun waktu / jumlah kerusakan
= 379/4 = 94.75 hari
Formula untuk menghitung Mean Time to Fail (MTTF) sama dengan MTBF. Perbedaannya terletak pada penggunaannya: MTBF digunakan untuk item yang dapat diperbaiki, sedangkan MTTF digunakan untuk item yang tidak dapat diperbaiki seperti bearing dan transistor.
Formula MTBF yang disebutkan di atas hanya untuk estimasi saja dan berlaku dengan asumsi bahwa laju kegagalannya konstan. Untuk perhitungan yang lebih akurat, dapat menggunakan grafik Weibull yang mempertimbangkan variasi laju kegagalan seiring waktu.
Kita lanjutkan ke perhitungan Mean Down Time (MDT) dan Mean Time to Repair (MTTR). Dari data di atas, dapat dihitung jumlah kejadian down-time adalah 3. Lama down-time total = 7 + 3 + 1 = 11 hari. MDT = (lama down-time total)/(jumlah down-time) = 11/3 = 3.67 hari.
Miss Konsepsi Mengenai MTBF
Pada umumnya, orang mengira bahwa MTBF (Mean Time Between Failures) sama dengan usia operasional suatu produk sebelum produk tersebut mengalami kegagalan atau kerusakan. Faktanya, MTBF hanya merupakan hasil perhitungan statistik yang menunjukkan perkiraan berapa lama produk tersebut akan berfungsi atau mengalami kegagalan selama periode penggunaan. MTBF menunjukkan reliabilitas suatu produk, bukan usia operasionalnya. Ini berarti bahwa MTBF adalah sebuah indikator probabilistik tentang seberapa sering kegagalan dapat diharapkan, dan bukan merupakan prediksi pasti tentang umur produk sebelum mengalami kegagalan pertama.
MA (MECHANICAL AVAILABILITY)
MA adalah ketersedian Equipment / Unit pada saat Operasi, adapun beberapa factor yang dapat mempengaruhi nilai/Value MA itu sendiri adalah
- Total Jam operasi (dalam 1 siklus operasi, Contoh: Bulan, tahun)
- Total Down Time
Fungsi dari perhitungan MA itu sendiri adalah untuk:
- Mengetahui Ketersediaan operasi dalam satu siklus operasi unit terhadap down time
- Dapat memberikan analisa secara umum mengenai Down time
- Sebagai data pendukung untuk Equipment unit
- Sebagai alat ukur untuk mengetahui kehandalan unit
Langkah untuk menaikan nilai MA yang di harapkan adalah dengan:
- Menurunkan nilai MTTR (Mean Time To repaire) Sekecil Mungkin
- Menaikan Nilai MTBF (Mean time Between Failure) sesuai standart yang telah di tentukan
- Menunda pekerjaan trouble yang masih dalam batasan toleransi di satukan dalam satu pekerjaan Preventive Maintenance Schedule (BACKLOG)
- Menurunkan Nilai MTTO (Mean Time To Overhaule)
- Melakukan penjadwalan perawatan unit dengan optimal
Physical Availability (PA) adalah persentase waktu di mana unit tersedia untuk digunakan tanpa terganggu oleh kerusakan atau perbaikan, baik yang terencana (schedule) maupun tidak terencana. Kerusakan yang termasuk dalam PA tidak hanya mencakup masalah teknis, tetapi juga kerusakan non-teknis seperti kecelakaan yang mempengaruhi ketersediaan fisik unit.
Mechanical Availability (MA), di sisi lain, hanya menghitung ketersediaan unit yang dipengaruhi oleh kerusakan atau perbaikan secara teknis.
Penggunaan PA atau MA tergantung pada kebutuhan spesifik:
- PA: Digunakan sebagai indikator utama untuk unit yang berorientasi pada produktivitas, karena mencakup semua jenis gangguan yang mempengaruhi ketersediaan fisik unit.
- MA: Lebih sesuai digunakan sebagai indikator keberhasilan maintenance dalam lingkungan bengkel, karena hanya mempertimbangkan faktor teknis.
Dengan demikian, memilih antara PA dan MA sebagai indikator kinerja harus disesuaikan dengan tujuan operasional dan fokus utama dari penggunaan unit tersebut.